Sabtu, 16 Juli 2011

Desain komunikasi visual

A. Pengertian Desain
1. Asal Kata
Agus Sachari (2005:3) menyatakan bahwa pada awalnya desain merupakan kata baru berupa peng-Indonesiaan dari kata design (bahasa Inggris), istilah ini melengkapi kata “rancang/rancangan/merancang” yang dinilai kurang mengekspresikan keilmuan, keluasan dan kewibawaan profesi. Sejalan dengan itu, kalangan insinyur menggunakan istilah rancang bangun, sebagai pengganti istilah desain. Namun di kalangan keilmuan seni rupa istilah “desain” tetap secara konsisten dan formal dipergunakan.
Dr. Agus Sachari (2005:3) menyebutkan bahwa Akar-akar istilah desain pada hakikatnya telah ada sejak zaman purba dengan pengertian yang amat beragam. Istilah “Arch, “Techne”, “Kunst”, “Kagunan”, “Kabinangkitan”, “Anggitan”, dan sebagainya merupakan bukti-bukti bahwa terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan kegiatan desain, hanya penggunaannya belum menyeluruh dan dinilai belum bermuatan aspek-aspek modernitas seperti yang dikenal sekarang. Di awal perkembangannya, istilah “desain” desain tersebut masih berbaur dengan “seni” dan “kriya”. Namun ketika seni modern mulai memantapkan diri dalam wacana ekspresi murni, justru “desain” memantapkan diri pada aspek fungsi dan industri. Di Indonesia, hingga tahun 1970, masih terdapat “kebauran” antara istilah “desain”, “seni terapan” dan “kerajinan.
Secara etimologis kata “desain“ diduga berasal dari kata designo (bahasa Italia) yang artinya gambar (Jervis, 1984). Kata ini diberi makna baru dalam bahasa Inggris di abad ke-17, yang dipergunakan untuk membentuk School of Design tahun 1836. Makna baru tersebut dalam praktik kerap semakna dengan kata craft (keterampilan adiluhung), kemudian atas jasa Ruskin dan Morris, dua tokoh gerakan antiindustri di Inggris pada abad ke-19, kata “desain” diberi bobot sebagai seni berketerampilan tinggi (art and craft)
2. Beberapa Pengertian dan Perkembangannya
Sebagaimana dijelaskan dalam Metodologi Penelitian Budaya Rupa (Sachari, 2005:5), pengertian desain dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan konteksnya. Pada awal abad ke-20, “desain” mengandung pengertian sebagai suatu kreasi seniman untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan cara tertentu pula (Walter Gropius, 1919). Dekade ini merupakan satu tahap transformasi dari pengertian-pengertian desain sebelumnya yang lebih menekankan pada unsur dekoratif dari kekriyaan dari fungsi.
Pengertian-pengertian desain yang bersifat rasional mengalami puncaknya pada tahun 60-an, sebagaimana terungkap pada berbagai pengertian yang diutarakan sebagai berikut:
• Desain merupakan pemecahan masalah dengan satu target yang jelas (Acher, 1965),
• Desain merupakan temuan unsur fisik yang paling objektif (Alexander, 1963) atau
• Desain adalah tindakan dan inisiatif untuk mengubah karya manusia (Jones, 1970)
Sejalan dengan itu, gaya estetik Modernisme yang kering mengalami kritik-kritik yang keras dari para seniman lainnya, yang kemudian melahirkan kelompok Dada, Art Deco, de Stijl, Pop, dan sebagainya. Substansi dan pengertian desain juga mengalami perkembangan. Salah satu tokoh yang mengevaluasi pengertian desain adalah Bruce Archer yang mengemukakan bahwa:
Desain adalah salah satu bentuk kebutuhan badani dan rohani manusia yang dijabarkan melalui berbagai bidang pengalaman, keahlian, dan pengetahuannya yang mencerminkan perhatian pada apresiasi dan adaptasi terhadap sekelilingnya, terutama yang berhubungan dengan bentuk, komposisi, arti, nilai, dan berbagai tujuan benda buatan manusia (Archer, 1976)
Inspirasi kebudayaan global dan era perekonomian terbuka pada tahun 90-an membuat dunia dilanda “demam” kompetisi di semua sektor, termasuk desain. Pengertian desain pun mengalami pergeseran. Salah satu pengertian desain yang mengalami pergeseran-pergeseran dan fokus pada demam kompetisi tersebut adalah:
Desain adalah sebuah kegiatan kreatif yang mencerminkan keanekaan bentuk kualitas dan sistem, bagaikan sebuah lingkaran yang saling berhubungan. Selain itu, desain merupakan faktor yang yang membangun kegiatan inovasi pemanusiaan teknologi, dinamika budaya, dan perubahan ekonomi (ICSID, 1999)
Buku pedoman pendidikan seni rupa dan desain ITB menyebutkan bahwa “desain” adalah pemecahan masalah dalam konteks teknologi dan estetik. Hal itu diperkuat oleh kongres Ikatan Ahli Desain Indonesia (IADI) yang tertuang dalam anggaran dasarnya, bahwa “desain” adalah pemecahan masalah dalam yang menyuarakan budaya zamannya.
Dari sejumlah definisi dan yang dipaparkan di atas, penulis sependapat dengan Agus Sachari (2005:7) bahwa desain pada hakikatnya merupakan upaya manusia memberdayakan diri melalui benda ciptaannya untuk menjalani kehidupan yang lebih aman dan sejahtera.
3. Prinsip Dasar Desain
Prinsip dasar desain merupakan pengorganisasian unsur-unsur dasar desain dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam menciptakan dan mengaplikasikan kreativitas. Frank Jefkins (1997:245) mengelompokkan prinsip-prinsip desain menjadi: kesatuan, keberagaman, keseimbangan, ritme, keserasian, proporsi, skala, dan penekanan.
a. Kesatuan (unity)
Kesatuan merupakan sebuah upaya untuk menggabungkan unsur-unsru desain menjadi suatu bentuk yang proporsional dan menyatu satu sama lain ke dalam sebuah media. Kesatuan desain merupakan hal yang penting dalam sebuah desain, tanpa ada kesatuan unsur-unsur desain akan terpecah berdiri sendiri-sendiri tidak memiliki keseimbangan dan keharmonisan yang utuh.
b. Keberagaman (variety)
Keberagaman dalam desain bertujuan untuk menghindari suatu desain yang monoton. Untuk itu diperlukan sebuah perubahan dan pengkontrasan yang sesuai. Adanya perbedaan besar kecil, tebal tipis pada huruf, pemanfaatan pada gambar, perbedaan warna yang serasi, dan keragaman unsur-unsur lain yang serasi akan menimbulkan variasi yang harmonis.
c. Keseimbangan (balance)
Keseimbangan adaslah bagaimana cara mengatur unsur-unsur yang ada menjadi sebuah komposisi yang tidak berat sebelah. Keseimbangan dapat tercapai dari dua bagian, yaitu secara simetris yang terkesan resmi/formal yang tercipta dari sebuah paduan bentuk dan ukuran tata letak yang sama, sedangkan keseimbangan asimetris memberi kesan informal, tapi dapat terlihat lebih dinamis yang terbentuk dari paduan garis, bentuk, ukuran, maupun tata letak yang tidak sama namun tetap seimbang.
d. Ritme/irama (rhythm)
Aliran secara keseluruhan terhadap desain selalu menyiratkan irama yang nyaman. Suatu gerak yang dijadikan sebagai dasar suatu irama dan ciri khasnya terletak pada pengulangan-pengulangan yang dilakukan secara teratur yang diberi tekanan atau aksen. Ritme membuat adanya kesan gerak yang menyiratkan mata pada tampilan yang nyaman dan berirama.
e. Keserasian (harmony)
Suptandar (1995:19) mengartikan keserasian sebagai usaha dari berbagai macam bentuk, bangun, warna, tekstur, dan elemen lain yang disusun secara seimbang dalam suatu komposisi utuh agar nikmat untuk dipandang. Keserasian adalah keteraturan di antara bagian-bagian suatu karya.
f. Proporsi (proportion)
Proporsi merupakan perbandingan antara suatu bilangan dari suatu obyek atau komposisi (Kusmiati, 1999:19). Bisa dikatakan bahwa proporsi merupakan kesesuaian ukuran dan bentuk hingga tercipta keselarasan dalam sebuah bidang. Terdapat tiga hal yang berkaitan dengan masalah proporsi, yaitu penempatan susunan yang menarik, penentuan ukuran dan bentuk yang tepat, dan penentuan ukuran sehingga dapat diukur atau disusun sebaik mungkin.
g. Skala (scale)
Skala adalah ukuran relatif dari suatu obyek, jika dibandingkan terhadap obyek atau elemen lain yang telah diketahui ukurannya (Kusmiati, 1999:14). Skala berhubungan dengan jarak pandang atau penglihatan dengan unsur-unsur yang telah dimunculkan (faktor keterbacaan). Skala juga sangat berguna bagi terciptanya kesesuaian bentuk atau obyek dalam suatu desain.
h. Penekanan (emphasis)
Frank Jeffkin (1997:246) menyebutkan bahwa: “Dalam penekanan, all emphasis is no emphasis, bila semua ditonjolkan, maka yang terjadi adalah tidak ada hal yang ditonjolkan. Adanya penekanan dalam desain merupakan hal yang penting untuk menghindari kesan monoton. Penekanan dapat dilakukan pada jenis huruf, ruang kosong, warna, maupun yang lainnya akan menjadikan desain menjadi menarik bila dilakukan dalam proporsi yang cukup dan tidak berlebihan.
B. Pengertian dan Lingkup Desain Komunikasi Visual
Di Indonesia kegiatan desain dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yang terdiri dari:
a. Desain Produk Industri (Industrial Design)
b. Desain Komunikasi Visual (Visual Communication Design)
c. Desain Interior (Interior Design)
Dalam tulisan ini hanya akan dibahas tentang Desain Komunikasi Visual, yaitu:
Profesi yang mengkaji dan mempelajari desain dengan berbagai pendekatan dan pertimbangan, baik yang menyangkut komunikasi, media, citra, tanda maupun nilai. Dari aspek keilmuan, desain komunikasi visual juga mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan pesan, teknologi percetakan, penggunaan teknologi multimedia, dan teknik persuasi pada masyarakat. (Sachari, 2005:9)
Cenadi (1999:4) menjelaskan pengertian Desain komunikasi visual sebagai desain yang mengkomunikasikan informasi dan pesan yang ditampilkan secara visual. Desainer komunikasi visual berusaha untuk mempengaruhi sekelompok pengamat. Mereka berusaha agar kebanyakan orang dalam target group (sasaran) tersebut memberikan respon positif kepada pesan visual tersebut. Oleh karena itu desain komunikasi visual harus komunikatif, dapat dikenal, dibaca dan dimengerti oleh target group tersebut.
Ruang lingkup desain komunikasi visual, meliputi:
• Desain Grafis Periklanan (Advertising)
• Animasi
• Desain Identitas Usaha (Corporate Identity)
• Desain Marka Lingkungan (Environment Graphics)
• Desain Multimedia
• Desain Grafis Industri (promosi)
• Desain Grafis Media (buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain)
• Cergam (komik), Karikatur, Poster
• Fotografi, Tipografi, dan Ilustrasi
C. Fungsi Desain Komunikasi Visual
Dalam perkembangannya selama beberapa abad, desain komunikasi visual menurut Cenadi (1999:4) mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sebagai sarana informasi dan instruksi, dan yang terakhir sebagai sarana presentasi dan promosi.
a. Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana Identifikasi
Fungsi dasar yang utama dari desain komunikasi visual adalah sebagai sarana identifikasi. Identitas seseorang dapat mengatakan tentang siapa orang itu, atau dari mana asalnya. Demikian juga dengan suatu benda, produk ataupun lembaga, jika mempunyai identitas akan dapat mencerminkan kualitas produk atau jasa itu dan mudah dikenali, baik oleh baik oleh produsennya maupun konsumennya. Kita akan lebih mudah membeli minyak goreng dengan menyebutkan merek X ukuran Y liter daripada hanya mengatakan membeli minyak goreng saja. Atau kita akan membeli minyak goreng merek X karena logonya berkesan bening, bersih, dan “sehat”.
Jika desain komunikasi visual digunakan untuk identifikasi lembaga seperti sekolah, misalnya. Maka orang akan lebih mudah menentukan sekolah A atau B sebagai favorit, karena sering berprestasi dalam kancah nasional atau meraih peringkat tertinggi di daerah itu.
b. Desain Visual Sebagai Sarana Informasi dan Instruksi
Sebagai sarana informasi dan instruksi, desain komunikasi visual bertujuan menunjukkan hubungan antara suatu hal dengan hal yang lain dalam petunjuk, arah, posisi dan skala, contohnya peta, diagram, simbol dan penunjuk arah. Informasi akan berguna apabila dikomunikasikan kepada orang yang tepat, pada waktu dan tempat yang tepat, dalam bentuk yang dapat dimengerti, dan dipresentasikan secara logis dan konsisten. Simbol-simbol yang kita jumpai sehari-hari seperti tanda dan rambu lalu lintas, simbol-simbol di tempat-tempat umum seperti telepon umum, toilet, restoran dan lain-lain harus bersifat informatif dan komunikatif, dapat dibaca dan dimengerti oleh orang dari berbagai latar belakang dan kalangan. Inilah sekali lagi salah satu alasan mengapa desain komunikasi visual harus bersifat universal.
c. Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana Presentasi dan Promosi
Tujuan dari desain komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi adalah untuk menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian (atensi) dari mata (secara visual) dan membuat pesan tersebut dapat diingat; contohnya poster. Penggunaan gambar dan kata-kata yang diperlukan sangat sedikit, mempunyai satu makna dan mengesankan. Umumnya, untuk mencapai tujuan ini, maka gambar dan kata-kata yang digunakan bersifat persuasif dan menarik, karena tujuan akhirnya adalah menjual suatu produk atau jasa.
D. Dasar Perancangan Desain Komunikasi Visual
Pujiyanto (1998) dalam makalahnya berjudul Kreativitas dalam Merancang Desain Komunikasi Visual mengemukaan bahwa dalam penciptaan karya desain komunikasi visual terdapat berbagai masalah yang kompleks antara desainer dan klien, yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk menghasilkan desain yang menarik, efektif, dan fungsional. Untuk itu diperlukan beberapa pedoman mendasar, yaitu:
a. Pangsa Pasar
Pangsa pasar merupakan kelompok yang dituju dalam menginformasikan sebuah pesan. Hal terpenting dalam hal ini adalah mengetahui latar belakang khalayak tersebut, baik dari segi usia, jenis kelamin, tingkat sosial, pendidikan, dan lainnya guna mendukung penetapan sebuah bentuk desain yang sesuai dan tepat bagi khalayak yang dituju sehingga dapat dimengerti dan dipahami.
b. Konsep Desain
Konsep desain disebut sebagai inti pesan yang berfungsi sebagai tema utama dalam sebuah desain. Konsep desain merupakan jabaran lengkap mengenai isi desain beserta gambarannya dan alasan-alasan yang kuat dalam pemilihan sebuah bentuk desain.
c. Pesan Desain
Pesan desain merupakan kesimpulan akhir dari pengolahan data pangsa pasar dan konsep desain. Kesimpulan ini mencerminkan tema utama yang menyeluruh dan mewakili desain yang disampaikan agar dapat diterima atau merupakan titik pandang utama sebuah desain bagi khalayak yang dituju.
d. Media Desain
Media desain merupakan alat atau sarana yang dapat dipakai untuk memuat pesan sebagai bentuk akhir perancangan yang meliputi berbagai media untuk menyampaikan suatu desain agar dapat didengar atau dilihat oleh khalayak yang kemudian direspon. Dalam menentukan pemilihan media desain dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukungnya yang berkaitan dengan sasaran yang ingin dituju, waktu, lokasi penempatan, dan efektivitas serta efisiensinya, karena masing-masing media memiliki karakteristik, kelebihan dan kekurangan.

E. Elemen-elemen Desain Komunikasi Visual
Christine Suharto Cenadi (1999:5) menyebutkan bahwa elemen-elemen desain komunikasi visual diantaranya adalah tipografi, ilustrasi, dan simbolisme. Elemen-elemen ini dapat berkembangan seiring dengan perkembangan teknologi dan penggunaan media.
a. Tata Letak Perwajahan (Layout)
Pengertian layout menurut Graphic Art Encyclopedia (1992:296) “Layout is arrangement of a book, magazine, or other publication so that and illustration follow a desired format”. Layout adalah merupakan pengaturan yang dilakukan pada buku, majalah, atau bentuk publikasi lainnya, sehingga teks dan ilustrasi sesuai dengan bentuk yang diharapkan.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa: “Layout includes directions for marginal data, pagination, marginal allowances, center headings and side head, placement of illustration.” Layout juga meliputi semua bentuk penempatan dan pengaturan untuk catatan tepi, pemberian gambar, penempatan garis tepi, penempatan ukuran dan bentuk ilustrasi. Menurut Smith (1985) dalam Sutopo (2002:174) mengatakan bahwa proses mengatur hal atau pembuatan layout adalah merangkaikan unsur tertentu menjadi susunan yang baik, sehingga mencapai tujuan.
b. Tipografi
Menurut Frank Jefkins (1997:248) tipografi merupakan:
“Seni memilih huruf, dari ratusan jumlah rancangan atau desain jenis huruf yang tersedia, menggabungkannya dengan jenis huruf yang berbeda, menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan ruang yang tersedia, dan menandai naskah untuk proses typesetting, menggunakan ketebalan dan ukuran huruf yang berbeda. Tipografi yang baik mengarah pada keterbacaan dan kemenarikan, dan desain huruf tertentu dapat menciptakan gaya (style) dan karakter atau menjadi karakteristik subjek yang diiklankan.”
Wirya (1999:32) mengatakan bahwa beberapat tipe huruf mengesankan nuansa-nuansa tertentu, seperti kesan berat, ringan, kuat, lembut, jelita, dan sifat-sifat atau nuansa yang lain.
c. Ilustrasi
Ilustrasi dalam karya desain komunikasi visual dibagi menjadi dua, yaitu ilustrasi yang dihasilkan dengan tangan atau gambar dan ilustrasi yang dihasilkan oleh kamera atau fotografi. Menurut Wirya (1999:32) ilustrasi dapat mengungkapkan sesuatu secara lebih cepat dan lebih efektif daripada tekas.
Fungsi ilustrasi menurut Pudjiastuti (1997:70) adalah:
“Ilustrasi digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan dengan tepat dan cepat serta mempertegas sebagai terjemahan dari sebuah judul, sehingga bisa membentuk suatu suasana penuh emosi, dari gagasan seakan-akan nyata. Ilustrasi sebagai gambaran pesan yang tak terbaca dan bisa mengurai cerita berupa gambar dan tulisan dalam bentuk grafis informasi yang memikat. Dengan ilustrasi, maka pesan menjadi lebih berkesan, karena pembaca akan lebih mudah mengingat gambar daripada kata-kata.
d. Simbolisme
Simbolisme sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi untuk menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan karena sifatnya yang universal dibanding kata-kata atau bahasa. Bentuk yang lebihh kompleks dari simbol adalah logo. Logo merupakan identifikasi dari sebuah perusahaan karena logo harus mampu mencerminkan citra, tujuan, jenis, serta objektivitasnya agar berbeda dari yang lainnya. Farbey (1997:91) mengatakan bahwa banyak iklan memiliki elemen-elemen grafis yang tidak hanya terdapat ilustrasi, tetapi juga terdapat muatan grafis yang penting seperti logo perusahaan atau logo merek, simbol perusahaan, atau ilustrasi produk.
e. Warna
Warna merupakan elemen penting yang dapat mempengaruhi sebuah desain. Pemilihan warna dan pengolahan atau penggabungan satu dengan lainnya akan dapat memberikan suatu kesan atau image yang khas dan memiliki karakter yang unik, karena setiap warna memiliki sifat yang berbeda-beda. Danger (1992:51) menyatakan bahwa warna adalah salah satu dari dua unsur yang menghasilkan daya tarik visual, dan kenyataannya warna lebih berdaya tarik pada emosi daripada akal.
f. Animasi
Penggunaan unsur-unsur gerak atau disebut animasi khususnya dalam multimedia akan menimbulkan kesan tersendiri bagi yang melihatnya. Istanto (2001:61) mengatakan bahwa konsep dari animasi menggambarkan gerak sehingga dapat mendukung tampilan secara lebih dinamis.
Berdasarkan teknis pembuatannya, animasi dibagi menjadi dua, yaitu:
• Animasi dua dimensi (2D), adalah animasi yang berkesan datar (flat), baik itu karakter maupun warnanya.
• Animasi tiga dimensi (3D), adalah karakter yang dibuat dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan adanya kesan mendalam atau berdimensi ruang.
Penggunaan animasi dalam sebuah desain multimedia dapat menjadikan tampilan menjadi lebih menarik dan dinamis. Pemilihan jenis animasi yang digunakan bergantung pada kebutuhannya sehingga desaian yang dihasilkan dapat lebih efektif dan efisien.
g. Suara
Suara merupakan elemen pendukung yang digunakan untuk lebih menghidupkan suasana interaksi. Dalam multimedia interaktif, suara dibedakan menjadi dua, yaitu suara utama dan suara pendukung. Suara utama adalah suara yang mengiringi pengguna selama interaksi berlangsung, sedang suara pendukung merupakan suara yang terdapat pada tombol-tombol navigasi.
Referensi
• Sachari, Agus. 2005. Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta: Erlangga.
• Jefkins, Frank. 1997. Periklanan. Jakarta: Erlangga
• Wirya, I. 1999. Kemasan yang Menjual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
• Farbey, A.D. 1997. How to Produce Succesfull Advertising (Kiat Sukses Membuat Iklan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
• Cenadi, Christine Suharto. 1999. Elemen-elemen dalam Desain Komunikasi Visual. Nirmana Vol. 1, No. 1, Januari 1999: 1-11.
• Pujiyanto, 2005. Strategi Pemasaran dalam Iklan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
• Kusmiati, A, S. Pudjiastuti & P. Suptandar. 1999. Teori Dasar Desain Komunikasi Visual. Jakarta: Djambatan

1 komentar: